Menkeu Belum Mampu Melepas Fiskal dan Utang
Sejak dipercaya menduduki kursi Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati (SMI) ternyata belum mampu membebaskan fiskal nasional dari jerat utang. Belum ada terobosan inovatif yang dilakukan SMI sebagai menteri untuk menyehatkan fiskal.
“Buat saya, SMI belum membuktikan hal-hal yang signifikan. Satu-satunya inovasi yang dilakukannya adalah memotong anggaran hingga lebih dari 10%. Akibatnya, banyak proyek di kementerian/lembaga dan daerah-daerah yang tertunda. Dalam menghadirkan postur APBN yang kredibel, seperti dijanjikannya selama ini, SMI belum membuktikan secara meyakinkan,” nilai Anggota Komisi XI DPR RI Heri Gunawan dalam rilisnya, Jumat (27/1).
Fiskal yang bertumpu pada utang bisa mengguncang keuangan. Hingga saat ini, kata Heri, pemerintah masih terkesan gali lubang tutup lubang untuk membiayai pembangunan. Selain itu, SMI juga belum mampu melepaskan pengelolaan fiskal dari ketergantungan terhadap SBN. Gemuknya SBN memberi ancaman baru. “Kita tahu, kontribusi SBN terhadap total pembiayaan utang rata-rata mencapai 101,8 persen per tahun. Sedangkan terhadap total pembiayaan anggaran mencapai 103,3 persen per tahun (RAPBN 2017).”
Ditambahkan politisi Partai Gerindra itu, SMI masih berkutat dengan pembayaran bunga utang yang telah mencapai Rp221,2 triliun pada tahun 2017. Artinya telah terjadi kenaikan 15,8 persen dari target APBNP 2016 sebesar Rp191,2 triliun. Jumlah itu setara dengan 40 persen alokasi belanja non K/L. “Kita tidak bisa berharap banyak untuk pencapaian program kesejahteraan dan pertumbuhan ekonomi riil dari cara-cara pengelolaan fiskal seperti itu. Buktinya, uang hanya habis untuk membayar utang yang semakin bertumpuk,” keluh Heri.
Walau baru menjabat, diharapakan SMI mampu menghadirkan postur fiskal yang kredibel. “Ini, kan, belum sampai 12 bulan. Kita beri waktulah,” ucap Heri. Menurutnya, perlu ada evaluasi efektivitas defisit APBN yang diakibatkan oleh kebijakan fiskal ekspansif. Idealnya, sambung Heri, ekspansi fiskal harus berdampak pada peningkatan produktivitas berupa peningkatan penerimaan negara dan menurunnya pembiayaan defisit ke depan.
Pemerintah, harap politisi dari dapil Jabar IV ini, perlu mengembangkan berbagai strategi alternatif pembiayaan agar kesinambungan fiskal terjaga. Jangan sampai terus bergantung pada SBN dan instrumen utang lainnya yang proposinya mencapai 98% dari total pembiayaan defisit. Pemerintah juga perlu menetapkan kriteria ketat atas proyek pembangunan yang boleh dibiayai dengan utang.
Di sisi lain, alokasi utang selama ini, terkonsentrasi pada sektor jasa, persewaan, jasa keuangan, serta properti. “Mestinya, lebih diprioritaskan untuk sektor produktif, seperti pertanian, industri pengolahan, maupun transportasi dan komunikasi yang memiliki multiplier lebih besar. (mh), foto : azka/hr.